DALAM DIRI MANUSIA
Pengantar
Pada
hakikatnya setiap manusia mempunyai hati nurani di dalam dirinya. Hati nurani
memiliki peran yang sangat penting bagi diri manusia dalam bertindak dan dalam
membuat berbagai keputusan-keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Hati nurani
menjadi sebuah kemampuan kognitif (kesadaran) yang dianugerahkan Allah kepada
manusia agar manusia mampu membedakan hal yang baik dan yang buruk dan juga
dengan kemampuan itu, manusia memilih yang baik dan menjauhkan yang buruk serta
mengharuskan manusia untuk selalu berbuat yang baik.[1]
Dalam
mengambil suatu sikap peranan hati nurani seharusnya menjadi yang lebih utama.
Namun, realitasnya dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar manusia
menempatkan otak sebagai sarana atau pengendali utama dalam menentukan suatu
sikap. Sehingga, kerap kali keputusan yang diambil menjadi keliru dan
menimbulkan berbagai persoalan yang dapat menghancurkan kehidupan manusia itu
sendiri.
Pada artikel ini, saya
membahas hati nurani yang menjadi pusat dan nakoda dalam berbagai tindakan yang
dibuat oleh manusia dalam kesehariannya. Artikel ini juga memaparkan dampak
negatif dari otak (pikiran) apabila menjadi yang utama dalam pusat diri
manusia. Sebab otak seharusnya hanya sebagai pembantu hati nurani untuk menjadi
lebih mantap dalam membuat suatu sikap dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian
hati nurani
Sering orang menyebut
kata hati nurani. Namun apa yang dimaksud dengan hati nurani itu sendiri?. Menurut
arti etimologisnya, hati nurani berasal dari kata Latin yakni Cum yang artinya bersama dan scientia, scire yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi suara hati adalah kemampuan
moral seseorang, inti batin dan tempat perlindungan dimana seseorang mengetahui
dirinya dalam berhadapan dengan Tuhan dan sesama.[2] Hati
nurani adalah bagian terdalam atau inti dari hati kita. Kata hati yang dimaksud
disini adalah pusat perasaan-perasaan halus yang ada dalam diri manusia. Hati
nurani juga dapat dikatakan inti dari roh manusia dan yang merupakan percikan
dari Tuhan sendiri. Maka hati nurani sendiri selalu mengarahkan kita pada
Tuhan.
Hati
nurani tidaklah sama dengan yang dimaksudkan dengan hati. Bila yang dimaksud
dengan hati yakni, pusat dari seluruh perasaan manusia, karena dalam hatilah
terdapat diri sejati kita. akan tetapi perasaan yang ada dalam diri manusia
tersebut belum dapat dikatakan sempurna sebab roh kita tersebut masih belum
sempurna. Sedangkan yang dimaksud dengan hati nurani adalah bagian yang
terdalam atau inti dari hati itu sendiri yang merupakan percikan dari Tuhan
(dzat Tuhan), yang tidak pernah terpengaruh oleh faktor-faktor lain, sehingga
selalu murni.[3]
Hati
Nurani dan Otak Manusia
Orang menjadi jahat
karena mengandalkan otak dan bukan hati nurani.[4]
Manusia memiliki dua pusat kendali yakni otak dan hati nurani. Banyak orang
kurang menyadari bahwa hati nurani menjadi pusat kendali utama manusia. Orang
lebih banyak lebih mengandalkan otak dari pada hati nurani dalam melakukan
berbagai keputusan dalam kehidupannya sehingga orang terkadang keliru dalam
membuat suatu keputusan dan bahkan berbuat hal yang tidak sepatutnya. Pada
dasarnya otak manusia hanya mengetahui informasi-informasi dan itupun sangat
terbatas. Otak juga banyak dipengaruhi oleh sifat dan emosi diri dan berbagai
pengaruh lain dari lingkungannya. Oleh karena itu, otak menjadi sangat
berbahaya apabila lebih mendominasi dalam diri kita. Suatu hal yang tidak
disadari oleh manusia ialah bahwa otak biasanya lebih banyak bekerja untuk
menjauhkan manusia dari Tuhan. Namun, bukan berarti otak tidak dibutuhkan dalam
membuat keputusan sebab yang menjadi masalah adalah otak menjadi lebih dominan
menguasai seluruh keputusan-keputusan sehari-hari. Oleh karena itu, hati nurani
harus menjadi nahkoda untuk membawa kita kepada sautu keputusan hidup
sehari-hari sebab hati nurani dengan tegas menolak segala hal yang menjauhkan
kita dari Tuhan.
Memang otak adalah pengontrol utama
dalam tubuh fisik kita agar dapat menggerakkan tubuh secara baik dan membantu
kita untuk berfikir dalam mengerjakan berbagai hal. Namun, hati nurani harus
menjadi sebagai pengotrol dan pusat kendali dalam hidup manusia.[5]
Keputusan
yang Bertentangan dengan Hati Nurani
Dalam kehidupan
sehari-hari, terdapat berbagai macam kejadian yang membuat kita untuk
menentukan suatu pilihan. Seperti yang terjadi pada Kamis,19 Oktober 2017, sekitar
pukul 21.30 WIB, terjadi kasus bunuh diri yang dilakukan seorang pria di Surabaya.
Pria tersebut meloncat dari lantai lima Tunjungan Plaza (TP) 1. Latar belakang
terjadinya bunuh diri tersebut karena menunjuk sikap kemarahan dan depresi yang
tidak terkontrol. Pria tersebut marah dan depresi karena adiknya menggadaikan
sepeda motornya (KOMPAS.com). Tindakan yang dilakukan (bunuh diri) merupakan tindakan
yang bertentangan dengan hati nurani.
Dari contoh kasus di atas
tampaklah bahwa hati nurani orang tersebut tidak berfungsi secara baik. Sebab
inti terdalam dari hati, yakni hati nurani sangat terpengaruh oleh keadaan
hati. Keputusan untuk bunuh diri yang dilakukan pria tersebut diakibatkan oleh
pengaruh emosi-emosi negatif. Emosi-emosi negatif tersebut telah mengotori hati
nurani sehingga, lama kelamaan emosi negatif tersebut menutup hati dan akhirnya
hati nurani menjadi tidak aktif.[6]
Jadi, hati nurani menjadi tidak aktif disebabkan oleh hati yang tertutup. Hati
nurani juga tidak dapat berfungsi dengan baik apabila otak manusia menjadi
dominan atau menjadi pusat kendali diri dalam suatu keputusan. Otak yang lebih
dominan pada diri akan membenarkan diri sendiri dengan memanipulasi informasi-informasi
yang ada. Maka, oleh otaknya, hati nurani ditekan hingga semakin sulit untuk
berperan.
Maka dari itu, dapat dikatakan kasus bunuh diri terjadi
akibat hati nurani yang belum matang dan mantap. Sebab apabila hati nurani
seseorang benar-benar matang dan manta, kita tidak hanya sebatas mampu
mendengar hati nurani dan mengikutinya tetapi hati nurani juga dapat membantu
diri kita untuk lebih mendekatkan kita pada Tuhan.
Penutup
Dari artikel ini dapat
disimpulkan bahwa suatu keputusan dapat dikatakan sebagai keputusan yang
bijaksana apabila keputusan itu lahir dari hati nurani dalam berbagai
situasi.tetapi tindakan itu akan menjadi bijaksana selamanya apabila hati
nurani menjadi milik kita selamanya.[7] Hati nurani harus menjadi pusat dan nahkoda
setiap hati manusia. Dengan demikian, dalam situasi-situasi yang dihadapi, kita
dapat membuat suatu pilihan atau keputusan-keputusan yang tepat sesuai dengan
yang Tuhan harapkan. Selain itu, dengan menjadikan hati nurani sebagai nahkoda
diri, maka hati dan diri kita akan terhubung dengan Tuhan serta diri sejati
kita di alam roh akan tertarik oleh cahaya dan kasih Tuhan untuk menjadi lebih
dekat dengan-Nya.
Melalui
artikel ini juga saya berefleksi secara khusus sebagai calon imam bahwa hati
nurani harus selalu menjadi andalan hidup yang utama dalam menjalani masa
formatio di seminari tinggi. Saya juga semakin sadar bahwa pengetahuan yang
saya terima dalam proses perkuliahan akan membantu saya lebih matang dalam
mengunakan hati nurani saya dengan mantap. Dengan hati nurani yang mantap, saya
semakin dapat bertanggungjawab atas pilihan atau keputusan-keputusan yang saya
buat dalam kehidupan sehari-hari, baik di hadapan sesama maupun di hadapan
Tuhan.
[1] Largus Nadeak, Topik-Topik Teologi Moral Fundamental:Memahami
Tindakan Manusiawi dengan Ratio dan Iman (Medan: Bina Media Perintis,2015),
hlm. 85.
[7] Bernard Haring, Free And…, hlm. 234.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar